Siberpatroli.co.id Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah – Konflik agraria di Desa Setiung Kecamatan Mentaya Hulu dan Mekar Jaya, Kecamatan Parenggean, kembali mencuat setelah muncul dugaan bahwa PT KIU, yang berada di bawah naungan Makin Group, telah melakukan aktivitas penanaman, perawatan, hingga pemanenan kelapa sawit di atas lahan masyarakat tanpa izin sejak tahun 2003. Warga setempat menuding perusahaan tersebut telah secara terang-terangan merampas hak atas tanah yang menjadi sumber penghidupan mereka.
Menurut perwakilan warga, sengketa lahan ini telah berlangsung lebih dari dua dekade tanpa ada penyelesaian yang jelas. “Sejak perusahaan masuk, lahan kami diambil alih tanpa persetujuan. Kami kehilangan mata pencaharian dan tanah warisan leluhur kami,” ujar salah satu warga Desa Setiung yang enggan disebutkan namanya, Kamis (16/1/2025).
PT KIU (Makin Group) dituding melanggar aturan dengan menguasai dan mengelola lahan tanpa memiliki dasar hukum yang sah. Warga menyebutkan bahwa perusahaan secara sepihak melakukan aktivitas di atas tanah mereka, meskipun telah berkali-kali diperingatkan dan diminta menghentikan kegiatan tersebut.
“Ini bukan hanya soal perampasan lahan, tapi juga penghancuran kehidupan kami. Perusahaan terus beroperasi meski kami telah mengajukan protes sejak lama. Sampai kapan aparat penegak hukum (APH) hanya diam?” ujar tokoh masyarakat Desa Mekar Jaya.
Warga mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera turun tangan menyelesaikan konflik ini. Mereka juga meminta transparansi terkait izin operasional PT KIU. Jika terbukti bersalah, warga menuntut perusahaan bertanggung jawab dan mengembalikan lahan yang telah dikelola selama lebih dari 20 tahun.
“Kami hanya meminta keadilan. Jangan sampai hukum hanya berpihak pada yang kuat. Hak kami sebagai masyarakat kecil harus dilindungi,” tambah seorang petani lokal.
Hingga berita ini diturunkan, pihak PT KIU dan Makin Group belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan ini. Di sisi lain, pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur juga dinilai lamban dalam menangani konflik agraria yang melibatkan perusahaan besar dan masyarakat kecil.
Masyarakat berharap agar pihak berwenang, termasuk pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, tidak “tutup mata” terhadap pelanggaran yang diduga dilakukan oleh perusahaan. Mereka meminta kasus ini menjadi perhatian nasional untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Konflik agraria seperti ini bukanlah yang pertama di Kalimantan Tengah, wilayah yang dikenal sebagai salah satu pusat industri kelapa sawit di Indonesia. Namun, tanpa penyelesaian yang adil dan transparan, kasus seperti ini berpotensi terus berulang dan merugikan masyarakat adat serta petani lokal.
Warga Desa Setiung dan Mekar Jaya kini menanti langkah konkret dari pihak-pihak terkait untuk menyelesaikan konflik yang telah menghantui mereka selama lebih dari dua dekade. Akankah keadilan berpihak pada mereka? Atau konflik ini hanya akan menjadi satu dari sekian banyak cerita kelam agraria di Indonesia? (Tim/red)
Editor : Redaksi (Bony A)