Siberpatroli.co.id Jakarta – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Yandri Susanto menyoroti dugaan pemerasan yang dialami para kepala desa (kades) oleh kelompok tertentu. Dalam pernyataannya, Yandri menegaskan bahwa praktik pemerasan ini dilakukan oleh “LSM Pemeras” dan “wartawan Bodrex,” bukan oleh seluruh elemen LSM maupun jurnalis secara umum.
“Maksud kami, hari ini, kami sampaikan (pelaku pemerasan) adalah LSM pemeras, bukan LSM secara menyeluruh, bukan wartawan secara keseluruhan, tapi wartawan Bodrex,” ujar Yandri dalam audiensi dengan perwakilan LSM dan wartawan di kantor Kementerian Desa, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (3/2/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan sebagai respons atas kontroversi yang muncul dari potongan video sosialisasi Peraturan Menteri Desa (Permendes) Nomor 2 Tahun 2024 yang sempat beredar luas. Video yang ditayangkan di kanal YouTube Kemendes PDTT pada Jumat (31/1/2025) itu menampilkan pernyataan Yandri dalam diskusi tentang aplikasi Jaga Desa, sebuah platform yang dikembangkan Kejaksaan Agung guna mempercepat respons terhadap berbagai permasalahan hukum di desa.
Dalam kesempatan itu, Yandri menegaskan bahwa dugaan pemerasan terhadap kepala desa bukan sekadar isu belaka, melainkan realitas yang terjadi di lapangan. Ia juga menyebut adanya kasus penangkapan terhadap individu atau kelompok yang terbukti melakukan pemerasan dengan mengatasnamakan profesi wartawan atau aktivis LSM.
“Kepada para kepala desa, kami imbau, kalau ada LSM pemeras, wartawan Bodrex, atau pihak lain yang mengatasnamakan profesi tertentu, yang melakukan pemerasan atau intimidasi, kami mohon dengan sangat agar para kepala desa tidak ragu melaporkan kepada aparat penegak hukum,” tegasnya.
Meskipun Yandri menekankan bahwa ucapannya ditujukan kepada oknum tertentu, sebagian pihak dari kalangan LSM dan jurnalis tetap merasa keberatan. Mereka menilai pernyataan tersebut bisa menimbulkan generalisasi yang berpotensi merugikan profesi mereka.
Menanggapi reaksi tersebut, Yandri menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf jika ada pihak yang merasa tersinggung atau salah memahami pernyataannya.
“Oleh karena itu, bila mana penyampaian kami kemarin ada yang tersinggung, ada yang salah dalam memahami, tentu kami sebagai manusia biasa,” ucapnya.
Lebih lanjut, Yandri meminta agar aparat kepolisian dan Kejaksaan Agung menindaklanjuti setiap laporan terkait pemerasan terhadap kepala desa. Ia menekankan pentingnya perlindungan hukum bagi kades agar mereka dapat bekerja dengan nyaman tanpa tekanan dari pihak-pihak yang berupaya mencari keuntungan secara tidak sah.
Pernyataan Mendes PDTT ini pun menjadi sorotan publik, terutama di kalangan kepala desa, yang selama ini kerap menghadapi tekanan dari pihak-pihak yang mengatasnamakan pengawasan atau pemberitaan. Dengan adanya aplikasi Jaga Desa, diharapkan pengaduan terkait kasus pemerasan dapat ditindaklanjuti lebih cepat dan transparan.
Polemik ini membuka diskusi lebih luas tentang pentingnya menjaga integritas dalam profesi jurnalis dan aktivis LSM, sekaligus memastikan kepala desa dapat menjalankan tugasnya tanpa ancaman atau tekanan dari pihak yang menyalahgunakan profesinya. (Tim/Red)
Editor : Redaksi (Bony A)